Sabtu, 19 November 2016

TUGAS 3 SOFTSKILL (PENGANTAR BISNIS)


Tugas Penulisan Softskill
Nama : Dinar Titah Sepdyandini
NPM : 22216086
Kelas : 1EB20

PENGARUH INFLASI TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI


 

BAB I
Pendahuluan

Untuk memenuhi tugas penulisan pengantar bisnis kali ini saya akan menjelaskan ‘Pengaruh Inflasi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia’. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah-masalah yang terjadi saat ini sangatlah kompleks. Sebuah Negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai macam masalah yang pastinya berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah perekonomian sudah tidak lazim di Indonesia salah satu contohnya adalah masalah ekonomi yaitu inflasi.

BAB II
Isi

Pengertian Inflasi sendiri adalah suatu keadaan perekonomian yang menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga secara umum (price level). Dikatakan tingkat harga umum karena barang dan jasa yang ada dipasaran mempunyai jumlah dan jenis yang sangat beragam, sebagian besar dari harga-harga barang tersebut selalu meningkat dan mengakibatkan terjadinya inflasi.
Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain mengalami tingkat inflasi antara 3% sampai 5% pada periode 2005-2014, Indonesia memiliki rata-rata tingkat inflasi tahunan sekitar 8,5% dalam periode yang sama. Bagian ini mendiskusikan mengapa tingkat inflasi Indonesia tinggi, menyediakan analisis mengenai tren-tren terbaru, dan memberikan proyeksi untuk inflasi masa mendatang di Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Puncak-puncak dalam volatilitas inflasi Indonesia berkolerasi dengan penyesuaian harga-harga yang ditetapkan. Harga-harga energi bahan bakar dan listrik ditetapkan oleh Pemerintah dan karenanya tidak bergerak sesuai dengan kondisi pasar, berarti defisit yang dihasilkannya harus diserap oleh Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Program yang berumur beberapa dekade ini menempatkan tekanan yang serius pada neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan juga membatasi belanja publik untuk proyek-proyek berjangka panjang dan produktif, seperti pembangunan infrastruktur atau pembangunan sosial. Institusi-institusi internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia mengkritik Pemerintah Indonesia karena menyediakan bahan bakar dan listrik murah untuk para penduduknya karena kebijakan ini menyebabkan kelemahan-kelemahan finansial terutama karena Indonesia telah berubah menjadi importir minyak netto di tahun 2000-an, membatasi investasi Pemerintah untuk sektor-sektor yang lebih produktif bahkan bahan bakar yang murah mendukung penjualan mobil di negara ini dan karena sebagian besar infrastrukturnya tidak layak maka kemacetan lalu lintas meningkat di kota-kota besar Indonesia, mendistorsi perekonomian dengan menjaga harga secara artifisial lebih rendah, dan terakhir kelas menengahlah yang paling diuntungkan dari rendahnya harga bahan bakar, bukan segmen penduduk miskin dalam masyarakat Indonesia yang menjadi sasaran.
Masyarakat Indonesia menjadi kecanduan pada subsidi Pemerintah, terutama bahan bakar yang murah. Ini berarti bahwa usaha-usaha untuk mengatur kembali subsidi energi mengimplikasikan risiko-risiko politik untuk elit yang berkuasa karena kegelisahan politik demonstrasi muncul yang disebabkan oleh ancaman dari tekanan inflasi yang meningkat. Salah satu karakteristik Indonesia adalah sejumlah besar penduduk termasuk dalam kelompok yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan, yang berarti bahwa kejutan inflasi yang relatif kecil bisa mendorong mereka ke bawah garis kemiskinan itu. Contohnya, ketika Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) memutuskan untuk mengurangi subsidi bahan bakar secara besar-besaran di akhir 2005 dengan menaikan harga bahan bakar bersubsidi lebih dari dua kali lipatnya karena tingginya harga minyak internasional, tindakan ini segera menyebabkan tingkat inflasi dua angka antara 14% sampai 19% (year-on-year) sampai Oktober 2006. Lebih lanjut lagi, inflasi inti negara ini - yang mengecualikan barang-barang yang rentan terhadap volatilitas harga sementara - juga telah menjadi tidak stabil karena efek ronde dua dari penyesuaian harga energi yang berlanjut ke perekonomian yang lebih luas contohnya melalui kenaikan biaya-biaya transportasi.

  • Tingkat Inflasi Indonesia (perubahan % tahunan pada indeks harga konsumen) pada tahun 2006-2014:
  

Namun, karena adanya kenaikan harga di 2013, porsi yang signifikan dari harga bahan bakar Indonesia tetap disubsidi, sementara kenaikan harga bahan bakar menuntut peningkatan terus-menerus, dan karenanya Bank Dunia, IMF dan Kantor Dagang & Industri Indonesia (Kadin) terus menekankan pentingnya menghentikan program ini. Setelah Joko Widodo yang berpola pikir pembaharuan (reform-minded) memenangkan pemilihan presiden dan dilantik sebagai presiden ke-7 Indonesia pada Oktober 2014, salah satu tindakan pertamanya adalah menaikan harga bahan bakar bersubsidi. Premium dinaikkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, sementara diesel dinaikkan dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter. Ini berarti bahwa laju inflasi negara ini, yang telah mulai melambat menuju level target Bank Indonesia pada 4,5%, tidak memiliki waktu untuk semakin pulih dan berakselerasi kembali menjadi 8,4% pada akhir tahun 2014.
            Pada awal tahun 2015, Presiden Joko Widodo memiliki keuntungan karena harga minyak mentah global telah turun dramatis sejak pertengahan 2014 karena lambatnya permintaan global sedangkan suplai kuat karena angka-angka produksi minyak yang terus-menerus tinggi di negara-negara OPEC dan revolusi gas shale AS. Karenanya, Widodo memutuskan untuk melakukan tindakan yang berani. Dia pada dasarnya menghapus subsidi premium dan menetapkan subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter untuk diesel. Pemerintah Indonesia tetap menentukan harga bensin dan diesel (disesuaikan setiap kuartalnya) namun harga akan berfluktuasi sejalan dengan harga internasional. Meskipun begitu, karena harga minyak mentah dunia agak pulih di pertengahan pertama tahun 2015, inflasi Indonesia tetap tinggi di pertengahan 2015 dan hanya mulai menurun di akhir 2014. Bank Indonesia tetap memprediksi inflasi 2015 sekitar 4% .

  • Inflasi di Indonesia 2008-2015:

 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
 2015
Inflasi
(perubahan % tahunan)
  9.8
  4.8
  5.1
  5.4
  4.3
  8.4
  8.4
  3.4
Target Bank Indonesia
(perubahan % tahunan)
  5.0
  4.5
  5.0
  5.0
  4.5
  4.5
  4.5
  4.0

Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan deviasi yang lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh Bank Indonesia. Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya biaya-biaya ekonomi, seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini (domestik dan internasional) dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga mengakibatkan biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini menghambat konektivitas di negara kepulauan ini dan karenanya meningkatkan biaya transportasi untuk jasa dan produk sehingga membuat biaya logistik tinggi dan membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang menarik.

BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pada intinya tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi ringan yaitu inflasi dibawah 10%. Inflasi ringan justru dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semangat pada pengusaha untuk dapat meningkatkan produksinya. Karena dengan demikian pengusaha mendapat lebih banyak keuntungan dan menyediakan lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak negatif jika nilainya melebihi 10%.        

BAB IV
Referensi

Endri. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi DI Indonesia . jurnal Ekonomi   Pembangunan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Goals in 5 Years..

1. I managed to lose weight from 51 kg to 43 kg by dieting in 2017 2.  I managed to take part in the provincial physics olympiad (2014). I...