Selasa, 25 April 2017

Usaha kecil dan Menengah

Usaha kecil dan Menengah

Definisi UKM
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja di UKM
            Tahun 1997-2001 jumlah unit usaha dari semua skala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak adalah UK, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah UK sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. sedangkan, UM dan UB mengalami pertumbuhan negatif lebih besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa UM dan UB mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan UK dari krisis ekonomi.
Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama UK terkonsentrasi di pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah UK di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan UM yang tumbuh 1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga, dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan teknologi; SDM dan modal; kebijakan sektoral dan ekonomi makro; dan bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara UKM dengan UB dan produk-produk impor.
Secara teori, perbedaan kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan; sedangkan di sektor industri pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru UB lewat program-program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan; sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari komoditi-komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah mengalami penurunan.
Nilai output dan nilai tambah 
            Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih tinggi daripada di UM, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan L yang memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB).

Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, NO atau NT bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, NO atau NT dari IMI lebih besar dibandingkan IK.

Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara NO dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya NT yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan NO paling besar; disusul kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, NO dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan NO yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, NO dan perhitungan NT-nya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jabarkan menurut wilayah.
 Ekspor UKM
            Pemerintah akan memberikan kemudahan bagi industri dan usaha kecil menengah yang berorientasi ekspor. Pemerintah akan mempermudah mereka mendapatkan bahan baku impor dan menyediakan agregator bagi mereka. Para pelaku IKM dan UKM itu kerap mendapatkan bahan baku impor dalam jumlah besar untuk produk-produk ekspor mereka. Hal itu terjadi karena modal mereka terbatas. Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengemukakan, IKM dan UKM menjadi penopang penting ekonomi setiap negara. Kendala yang dialami sektor tersebut di setiap negara relatif sama, yaitu menjaga konsistensi volume dan kualitas produk ekspor.
Prospekk UKM dalam era perdagangan bebas dan globalisasi dunia
            Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.

1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM

Laju pertumbuhan negatif dari jumlah UK lebih kecil dibandingkan apa yang dialami oleh UM dan UB. Perbedaan ini disuatu sisi memberi suatu kesan bahwa pada umumnya UK lebih “ tahan banting” dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam menghadapi suatu gejolak ekonomi. Relatif lebih baiknya UK dibandingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas dengan sifat alami dari keberadaan UM, apalagi UB di indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan UK atau UKM.

Seperti dibanyak LCDs lainnya, UK di Indonsia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan sistem organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti di usaha-usaha modern (UB dan hingga tingkat tertentu UM), dan di sisi lain, berbeda dengan UM, UK pada umumnya membuat barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, UK tidak terlalu memerlukan L dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan harus digaji mahal (tidak perlu memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang memiliki diploma sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi modern, oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia adalah dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau hasil rekayasa sendiri.

Implikasi dari sifat alami ini bebeda dengan UM dan UB. UK sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang menunjukan bahwa ketergantungan UK terhadap modal dari sumer-sumber informal jauh lebih besar daripada terhadap kredit perbankan karena berbagai alasan.

2. Kemampuan UKM

Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan T, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya barang-barang dari Cina sampai kepasar-pasar tradisional.

Pentingnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan. Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yang merupakan tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak siap, tantangan-tantangan tersebut bisa berubah menjadi Empat ancaman.
Contoh kasus
Jakarta | Wed, January 25, 2017 | 02:44 pm by: the jakarta posthttp://www.thejakartapost.com/academia/2017/01/25/financing-still-troubles-small-businesses.html

Manufacturing is a priority economic sector for Indonesia to promote inclusive growth. According to the Central Statistics Agency (BPS), there are more than 3.6 million manufacturing units in Indonesia that can be categorized as micro and small enterprises.
These small businesses are an important source of employment and contribute significantly to the national output.
However, small enterprises often find it difficult to access finance from banks and other formal financial institutions.
Many of them are unable to provide collateral to secure loans, procedures are too complex for them, or the administrative cost of serving them is too high for banks to consider them as a profitable market.
The 2015 BPS survey of manufacturing micro and small enterprises confirms that credit flowing to small enterprises is fairly limited. For example, an overwhelming number of small enterprises (81.4 percent) use their own capital for investing. Among those who borrow, only 38 percent have bank loans. Overall, close to 39 percent of micro and small enterprises consider access to finance a major constraint.
As the figures suggest, penetration of formal credit to small enterprises in the manufacturing sector is fairly low. While outreach of financial services appears to be low, it is important to ask whether small businesses are indeed willing to borrow? In other words, what is the real demand for credit among small enterprises? The answer to this question is not necessarily simple.
The same BPS survey shows that around 51 percent of small manufacturers do not want take a loan from a bank. A lack of collateral, high interest rates and complex procedures were cited as key reasons for not borrowing from banks.
Micro credit program (KUR), the partial loan guarantee of the government, offers credit at more attractive interest rates for small enterprises, and up to a certain threshold of funds, collateral is not required.
Although close to 37 percent of small manufacturing enterprises that have a loan re-borrow under the KUR scheme, the overall proportion of manufacturing enterprises accessing KUR financing is less than 3 percent.
A large proportion of KUR loans is for retail. That seems to the case for bank credit in general. Retail lending for trade and consumption dominates the portfolio for all types of banks, whether they are conventional banks, rural banks (BPRs) or even regional development banks (BPDs) that have more of a development mandate.
Some may argue that the preponderance of consumption loans mirrors the state of the economy, which is driven by domestic consumption. Weak demand for loans in manufacturing would mean that financial institutions could simply wait for demand to increase.
However, a counterargument to a minimalistic role of financial institutions is to see if the banking industry can play a more catalytic role in economic development.
Are there ways that credit can be channeled to small businesses so that the financial institutions can tap the market of small enterprises through innovative models to deliver services?
In the recent past, the policy response has focused on borrowing rates for small businesses. The cost of borrowing does matter for small businesses and, arguably, more so for enterprises engaged in manufacturing, which, unlike trade or services, tends to have a longer turnover period. A below-market rate can potentially lead to moral hazard, attracting businesses that are not necessarily interested in investing, but want to benefit from financial arbitrage.
Analisys:
Here it is important to add that the presence of a large number of small enterprises does not necessarily indicate a high level of entrepreneurship. Some studies have shown that “necessity entrepreneurs” are less inclined to invest and actively seek growth opportunities. These include people who are not able to find wage employment and are often “forced” to start their own businesses. The challenge, therefore, is to find growth-oriented small businesses that can benefit from various credit schemes and deliver greater value.
In light of this, public institutions and other development agencies can play an important role in addressing information asymmetries and providing technical assistance.
A possible area is to help in understanding real demand for the type of financial services needed by small-scale manufacturers with high growth potential and to assist financial institutions in designing appropriate loan products that match the needs of a large and heterogeneous population of small manufacturing enterprises in Indonesia.


REFERENSI

Rabu, 29 Maret 2017

TUGAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

A.    PENGERTIAN

Sumber Daya Alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan tambang, angin, cahaya matahari, dan mikroba (jasad renik) sedangkan pengelolaan sumber daya alam adalah Proses dimana sumber daya alam diambil dari perut bumi sesuai dengan prosedur yang benar, tidak merusak potensinya sendiri , sampai dapat diperoleh manfaat yang dapat digunakan oleh manusia.

B.     CARA PENGELOLAAN SDA

Sifat penyebaran sumber daya alam secara geografis tidak merata di dunia
ini. Dimana antara satu wilayah dengan wilayah lain memiliki sumber daya alam yang tidak sama satu sama lain. Dalam artian, tidak ada satu wilayah pun di muka bumi ini yang memiliki potensi sumber daya alam yang persis sama dengan wilayah lainnya. Hal yang perlu mendapatkan perhatian serius, bahwa keberadaan sumber daya alam yang semakin lama semakin penting, karena adanya permintaan dan penggunaan sumber daya alam antar daerah akibat perkembangan ekonomi, sosial, industri, iklim dan sebagainya.
1.      Di pedesaan
Dalam sistem pengelolaan sumber daya alam pedesaan telah menerapkan sistem pengelolaaan sumber daya alam yang berorentasi pada kepentingan lokal/adat yang tinggal di dalam dan atau di sekitarnya yang menerapkan kelestarian dan daya dukung lingkungan, yaitu pola pengelolaaan sumber daya alam yang berasaskan pada prinsip-prinsip Sustainabillity. Masyarakat satu mempunyai ciri mungkin sama dengan masyarakat adat lainnya umumnya, dalam pengelolaan SDA setiap pembukaan lahan mereka mengikuti pola dari kebun, menjadi Talun dan akhirnya sampai hutan lagi lalu mereka tinggalkan mereka akan membuka lahan baru lagi yang mereka anggap masih subur dalam wilayahnya tersebut, tapi suatu saat mereka akan kembali lagi ketempat yang tadinya mereka hutankan untuk membuka dan mengelolanya begitu seterusnya.
Kearifan lokal ikut berperan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya. Namun demikian kearifan lokal juga tidak lepas dari berbagai tantangan, seperti bertambahnya terus jumlah penduduk, teknologi modern dan budaya, modal besar serta kemiskinan dan kesenjangan. Adapun prospek kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat, inovasi teknologi, permintaan pasar, pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman hayati di lingkungannya serta berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta peran masyarakat lokal.
2.      Di perkotaan
Pengelolaan sumber daya alam yang ada di perkotaan tentu berbeda dengan di pedesaan. Karena umunya di perkotaan adalah kota yang di penuhi dengan pemukiman penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya, maka dapat dikatakan pengelolaan yang ada di perkotaan lebih merujuk pada Sumber daya alam ruang, yaitu tempat yang diperlukan manusia dalam hidupnya. Makin besar kenaikan jumlah penduduk maka sumber daya alam ruang makin sempit dan sulit diperoleh. Ruang dalam hal ini dapat berarti ruang untuk areal peternakan, pertanian, perikanan, ruang tempat tinggal, ruang arena bermain anak-anak, dan sebagainya.
C.    PELAKU YANG TERKAIT DENGAN PENGELOLAAN SDA DI INDONESIA

Pola pengelolaan SDA meliputi aktivitas merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian dengan prinsip keterpaduan dalam pengelolaan. Pola pengelolaan sumber daya alam disusun secara terkoordinasi di antara instansi terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas.

Sumber daya alam yang kita miliki harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam perlu dilakukan penyusunan pengelolaan sumber daya alam tersebut. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh berberapa pihak yaitu pemerintah dan swasta. Pengelola dari pemerintah yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sedangkan pengelola swasta yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Penyusunan pola pengelolaan SDA perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha baik koperasi, BUMN, BUMD maupun badan usaha swasta. Dalam pengelolaan sumber daya alam memerlukan suatu lembaga agar prosesnya menjadi terkoordinasi. Lembaga dalam pengelolaan sumber daya alam dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu operator, regulator, dan kontrol
D.    MASALAH YANG SERING DI HADAPI SDA STRUKTUR PENGELOLAAN SDA

Masalah yang sering di hadapi dalam pengelolaan sumber daya alam adalah Kerusakan lingkungan yang terjadi dikarenakan eksplorasi sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan lingkungan ini telah mengganggu proses alam, sehingga banyak fungsi ekologi alam terganggu.
Contohnya adalah :
1.      Kerusakan Hutan
Kondisi kawasan hutan yang telah rusak tersebut disebabkan antara lain oleh adanya ilegal logging dan perambahan hutan.Perambahan hutan pada umumnya bertujuan untuk keperluan perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi dll. Bahkan TNKS juga tidak luput dari kegiatan ilegal logging. Hal ini dapat dibuktikan dengan gundulnya hutan di wilayah TNKS.
Kerusakan hutan juga disebabkan oleh kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini dari tahun ke tahun bertambah luas. Penyebab kebakaran hutan dan lahan antara lain adalah adanya peningkatan kegiatan pertanian seperti perkebunan, pertanian rakyat, perladangan, pemukiman, transmigrasi dll., terjadi secara alamiah seperti musim kemarau yang panjang, kecerobohan masyarakat dll. Dampak negatif kebakaran hutan dan lahan antara lain adalah penurunan keanekaragaman hayati

2.      Penurunan Keanekaragaman Hayati

Sebagai akibat kerusakan hutan, pembukaan lahan, praktek pengolahan lahan yang kurang memperhatikan ekologi, pertanian monokultur dll., maka terjadi penurunan keanekaragaman hayati. Kegiatan monokultur dapat menyebabkan sebagian flora, fauna dan mikrobia musnah.
3.      Penurunan kualitas air
Pengolahan air di PDAM saat ini memerlukan cukup banyak tawas yang berfungsi sebagai pengikat partikel lumpur.
4.      Pengaruh industri
Meskipun industri masih belum banyak tetapi perencanaan pembangunan industri selanjutnya harus memperhatikan aspek lingkungan. Selama ini, pembangunan industri kurang memperhatikan aspek lingkungan.

E.     KEBIJAKAN YANG SERING DILAKUKAN STRUKTUR PENGUASAAN SDA

Sesuai dengan Undang – undang 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah :
• Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup
• Memerlukan prakarsa local dalam mendesain kebijakan
• Membangun hubungan interdependensi antar daerah
• Menetapkan pendekatan kewilayahan
Menetapkan pendekatan kewilayahan dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004 dengan PP No. 25 tahun 2000. Pengelolaan lingkungan hidup titik tekannya ada di daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup, program itu mencakup :
1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
2. Program Peningkatana Efektifitas Pengelolaan
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum
5. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

F.     DOMINASI SDA DI INDONESIA

Pada saat ini dominasi SD di Indonesia lebih dikuasi oleh pihak asing, contoh yang paling menonjol adalah  Di bidang perminyakan misalnya, 75 persen pengelolaan minyak dipegang oleh asing. Hal yang sama juga dengan perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut terjadi akibat ketidakmampun Negara dalam mengelola kekayaan Indonesia. Masyarakat pribumi pada saat ini lebih di jadikan sebagai buruh dalam pemanfaatan sumber daya alam. Tentu hal ini tidak menguntungkan bagi Negara karna Negara hanya mendapatkan beberapa bagian saham yang di dapat akibat pengelolaan SDA yang di kuasi oleh Negara lain.

G.    CONTOH KASUS :

Jakarta | Mon, February 27, 2017 by: Jakarta post
The Indonesian government is now preparing state-owned aluminum producer PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) to manage a gold and copper mining site in Papua if the government can finally take over the mining site from PT Freeport Indonesia.
“We can manage [Freeport]. We have Inalum. It is up to the state-owned enterprises ministry, but we are ready,” said Maritime Coordinating Minister Luhut Binsar Panjaitan in Jakarta on Monday as reported by tempo.com.
The government will take over of the mining site if it wins in the international arbitration tribunal.
Previously, Freeport McMoRan president and CEO Richard C. Adkerson said the 2009 Mineral and Coal Mining Law stipulated that the CoW signed in 1991 was still valid, but the government had requested that Freeport convert the contract into a special mining license (IUPK).
The company gave the government three months for negotiation and threatened to take the case to the international arbitration if the negotiation fails.
Inalum, a company in Asahan, North Sumatra, is now prepared to lead mining companies in an effort to set up state-owned mining company holding, Luhut said.
The minister stressed that the company has the capability to manage Freeport, the world largest copper and gold mining company.
The government's plans to appoint Inalum to manage Freeport were supported by a member of the House of Representatives’ energy commission, Gus Irawan Pasaribu, who said the company had good performance in managing the aluminum producer, which was established in cooperation with the Indonesian government and Nippon Asahan Aluminium Co in 1976. (bbn)

ANALISYS :

PT Freeport merupakan contoh kasus dari pengelolaan pertambangan yang ada di Indonesia yang terletak di papua namun di  kuasai oleh Negara asing yaitu amerika.
Indonesia bersedia mengakhiri rezim kontrak karya (KK) yang sudah berumur 50 tahun dengan mengubah statusnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). perbedaan utamanya ialah status perjanjian, KK adalah 'kontrak' dan IUPK ialah 'izin'. Dalam KK, Freeport dan pemerintah Indonesia adalah 2 pihak yang berkontrak, kedudukannya sejajar. Sedangkan kalau IUPK, negara adalah pemberi izin yang berada di atas perusahaan pemegang izin.
Intinya adalah pada kontrak IUPK ini adalah kedudukan yang dulu Negara dan korporeasi itu setara kini menginginkan Negara  lebih tinggi kedudukan nya di banding freeport, adanya aturan dalam perubahan pajak sehingga Freeport harus membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku , adanya pembatasan perluasan pertambangan ,pembatasan izin operasional tidak seperti dulu yang  kontraknya berlangsung  selama50 tahun,dan juga Freeport harus  divestasi 51 persen sahamnya untuk Indonesia.
Sebaliknya, jika kesepakatan gagal dicapai dalam batas waktu 120 hari, maka pemerintah pun harus menyatakan siap menghadapi Freeport pada sidang-sidang arbitrase.
Tentu peraturan tersebut akan membuat Freeport mendapatkan keuntungan yang lebih sedikit dibanding sebelumnya.
Kali pemerintah harus dapat Mempertahankan posisi dan sikap tersebut akan menunjukkan Indonesia berdaulat atas sumber daya alam (SDA) yang dimiliki, dan sekaligus menyatakan kepada siapa pun yang ingin berbisnis di Indonesia harus tunduk, patuh terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara kita.
Selama 40 tahun beroperasi di Papua, sudah banyak manfaat yang didapatkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Oleh karena itu sudah saatnya manfaat tersebut didapatkan lebih banyakun untuk bangsa Indonesia sendiri. Sudah saatnya Indonesia memiliki kemampuan untuk mengelola tambang Freeport. kerugian yang di alami warga papua akibat limbah yang dihasilkan dari proses pertambangan yang di buang ke sungai sudah di rasakan masyarakat sekitar pertambangan
Momentum habisnya kontrak Freeport pada 2021 dinilai harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengelola tambang yang selama ini dikeruk Freeport.




REFERENSI

http://www.thejakartapost.com/news/2017/02/27/indonesia-prepares-company-to-manage-freeport.html

My Goals in 5 Years..

1. I managed to lose weight from 51 kg to 43 kg by dieting in 2017 2.  I managed to take part in the provincial physics olympiad (2014). I...